Puisi-Puisi Eko Ragil Ar-Rahman
Eko Ragil Ar-Rahman, Kelahiran Pekanbaru 22 Juni 1995. Adalah mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Riau. Bergiat di Community Pena Terbang (COMPETER) Season 3, dan juga adalah Wartawan Majalah Kampus E-Times. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media cetak dan elektronik, baik puisi dan cerpen Seperti di Harian Xpresi Riau Pos, Harian Medan Bisnis, Koran Dinamika News, Koran Rakyat Sultra dan Detakpekanbaru.com . dan juga pernah tergabung dalam beberapa antologi puisi dan cerpen. Dapat dihubungi via email: eko.ragil06@gmail.com No Hp : 081268789895 dan Pin BB: 57AA4D69
DANAU
Wajah danau di malam itu masih sama seperti dulu,
Namun di sudut tepiannya masih tersimpan wajah kalian.
Jalan bebatuan di sekitarnya sudah diperbaiki.
Dari kerikil kecil yang menggigil kaki kita saat
Kita berkeliling danau bermandikan bulan waktu itu.
Setiap sudut taman sudah dipagari,
Lampu-lampu taman boleh menghiasi sepi.
Selama tidak ada yang menahan kita
Untuk datangi lagi danau itu di musim kemarau
:Air matamu itu
Karena kita adalah daun yang berlari bersama angin
Setiap malam bulan, kita bergumul kembali
Di wajah danau ini.
BELUM ADA JEJAK DI KOTA INI
Kita hanya saling tadah pada fajar
yang lelah dengan waktu yang kian patah.
Kita terus mencoba mengeluarkan diri
dalam kota yang semakin lama sepi.
Seperti embun yang demikian anggun,
Seperti asap yang mengepul begitu pengap.
Rasanya, kita tidak harus demikian lenggang
seperti lampu jalan
yang rapi membungkuk
dan kemudian, benderang
menyusup memenuhi ruang kita.
Tapi, masih belum ada jejak di kota ini.
meski jajaran kaki berbaris menyusuri jalan
dan sirine kendaraan demikian sering menyapa kita.
Jejak itu sebatas kedip lampu lalu lintas,
kerlap, datang dan pergi begitu saja,
kerlip, ditabrak arus waktu
sepersekian.
Sepertinya, hanya ada kesenjangan yang menganga di sekeliling kita.
Siap melahap kita semua.
Dan gedung gedung di sana,
mereka tertawa pada keheningan kita.
Setiap mata jendela yang merekah membisikkan
bahwa besok akan sama saja:
tanpa jejak di dalam kota
tanpa kita yang menjadi apa-apa
tanpa apa yang menjadikan kita-kita.
Satu malam, aku pernah bermimpi.
Kita melebar menjadi bahu jalan
yang duduk dengan bahagia.
Lalu berdoa dan hanya berdoa
kepada jejak yang akan pulang
dengan rahasia yang bersamanya.
Galeri G 2016
MEMORABILIA
Seekor gagak hitam mengkilap,
melahap sekelompok kenangan
yang terbaring di atas meja makan.
Lalu dia angkat sekira sisanya
terbang tinggi ke dalam sarangnya,
hanya untuk menyelesaikan
apa yang tidak seharusnya ditinggalkan.
Karena meja makan itu telah penuh
dengan kaca gelas dan air mata.
Karena kesedihan tinggal kepedihan
dan anggur serta desah perempuan bukan lagi menjanjikan
Sekarang, Gagak itu tengah tidur lelap
dengan fragmen percintaan kita.
Sarangnya terbangun rapi di tepi bulan,
sudut rahasia yang menyimpan segala ingatan
yang belum dipungut tangan-tangan Tuhan.
2016